Jumat, 13 Mei 2011

Masalah Ekonomi Indonesia Dalam Percaturan Global


Dari banyaknya pekerjaan rumah yang tengah dihadapi, dikhawatirkan Indonesia tidak mampu berkecimpung dalam ASEAN Economic Community (AEC) 2015 nanti. Hal senada disampaikan oleh beberapa pihak, di antaranya Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Sofyan Wanandi, terkait masalah infrastruktur serta perizinan investasi dalam menghadapi AEC. Forum ini sendiri merupakan julukan bagi ASEAN yang akan mengalami integrasi ekonomi dalam hal lalu lintas perdagangan, investasi, dan mobilitas warga layaknya satu negara. 
Bangsa ini bukan berarti lemah untuk bersaing dalam percaturan ekonomi global, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Indonesia yang secara geografis terletak strategis memiliki berbagai kekayaan sumber daya alam yang melimpah, baik sumber daya alam migas maupun nonmigas.

Berada di peringkat pertama sebagai penghasil produk pertanian, yaitu cengkeh (cloves) & pala (nutmeg), serta peringkat kedua dalam karet alam (Natural Rubber) dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) menjadi nilai lebih bagi Indonesia.
Di sektor migas, ladang minyak (basins) sebanyak 60 lokasi dengan cadangan sekitar 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ironisnya, bangsa ini terkesan tidak mampu memanfaatkan keunggulan yang dimilikinya, sehingga dikhawatirkan tidak mampu bersaing dalam forum-forum ekonomi global, bahkan di kawasan regional sekalipun.

Adapun upaya mencapainya harus dilakukan penyelesaian atas masalah yang menghadang. Beberapa di antaranya berupa penyediaan infrastruktur untuk memperlancar sistem logistik, penyediaan listrik, penyelesaian regulasi ketenagakerjaan serta peningkatan kualitas tenaga kerjanya, dan penciptaan iklim investasi yang kondusif.

Penyediaan infrastruktur dapat dilakukan melalui pembenahan jaringan jalan, kereta api, laut, sungai, danau, udara, serta pembenahan jaringan informasi dan komunikasi yang handal. Melalui pembenahan ini, permasalahan logistik yang dapat mengganggu arus kelancaran barang dapat segera diselesaikan.

Menurut Global Competitiveness Report 2009-2010, Indonesia berada di peringkat ke-96 di antara 133 negara berkembang dalam daya saing infrastruktur, jauh di bawah Thailand di peringkat ke- 41, Malaysia di peringkat ke-27 dan China di peringkat ke-66.

Menurut data di Bappenas, anggaran yang direncanakan untuk pembenahan infrastruktur adalah 5% -6% dari PDB dan saat ini infrastruktur anggaran Indonesia sekitar 3,25% dari PDB. Rasio anggaran diperkirakan akan meningkat menjadi 5% pada tahun 2014.

Penyediaan listrik untuk kalangan industri maupun UKM juga mutlak diperlukan untuk mencapai hasil produksi yang efisien. Pihak PLN harus melakukan upaya-upaya maksimal dalam mensuplai listrik bagi kebutuhan industri dan UKM serta masyarakat secara umum. Upaya pemerintah dalam mengalokasikan investasi langsung ke PT.
Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar Rp 7,5 triliun harus disambut baik oleh semua pihak. Pinjaman tersebut merupakan pinjaman berbunga murah yang harus digunakan PLN untuk membangun transmisi.

Tindakan-tindakan di atas juga perlu diimbangi dengan proses pergeseran pengelolaan energi secara umum dari supply side management ke demand side management. Hal ini dapat ditempuh melalui pengembangan pembangkit listrik mulut tambang serta peningkatan pemanfaatan batu bara untuk pembangkit listrik.

Indonesia memiliki kapasitas pembangkit listrik diperkirakan mencapai 21,4 gigawatt, dengan 87,0% berasal dari sumber termal (gas, minyak, dan batubara); 10,5% dari tenaga air; dan 2,5% dari panas bumi. Sebelum krisis keuangan Asia, Indonesia berencana untuk meningkatkan jumlah pembangkit listrik, yang didasarkan terutama membuka kekuatan pasar Indonesia untuk mencapai Independent Power Producer (IPP).

Krisis ini menyebabkan kesulitan keuangan di Pembangkit Listrik Negara (PLN). PLN memiliki utang lebih dari $ 5 milyar. Beberapa hal lain yang mesti dibenahi adalah masalah peraturan ketenagakerjaan.

Di samping itu, masalah mutu ketenagakerjaan mutlak diperlukan. Krisis ekonomi global yang berasal dari krisis keuangan di Amerika Serikat secara signifikan mempengaruhi sektor lapangan kerja di Indonesia. Sektor industri terkena dampak langsung dari krisis diantaranya bidang tekstil dan otomotif.

Para pengusaha yang langsung terkena dampak krisis ekonomi telah mengurangi jumlah produksi, memberhentikan beberapa karyawan atau pemutusan hubungan kerja. Data pemerintah menunjukkan bahwa sampai pertengahan November 2008 tercatat 12.600 pekerja formal terancam di-PHK . Faktanya banyak perusahaan melakukan PHK tanpa resmi.

Masalah ini bisa diselesaikan dengan peningkatan pengalaman kerja, peningkatan disiplin kerja, pengikutan pelatihan-pelatihan, peningkatan komunikasi kerja dan peningkatan pendidikan formal tenaga kerja.

Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya peningkatan kualitas tenaga kerja adalah melalui perbaikan kinerja, kebijakan dalam perencanaan SDM serta lingkungan kerja, perubahan kebijakan pemerintah, kemajuan dan perkembangan teknologi dan kondisi perekonomian yang berkembang.

Pemerintah juga perlu melakukan upaya-upaya serius dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Jumlah investasi belum cukup untuk menciptakan lapangan kerja baru secara signifikan untuk membantu mengurangi kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi saat ini lebih didorong oleh sektor konsumsi dibandingkan dengan sektor investasi.

Sebuah survei yang dilakukan oleh ADB menunjukkan masih ada rintangan yang menghambat masuknya investasi di negeri ini. Rintangan termasuk ketidakpastian politik, ekonomi, korupsi, serta pajak yang tinggi.

Sebagian besar perusahaan menghadapi berbagai kendala usaha dan berorientasi ekspor. Di sisi lain mereka diharapkan untuk melayani sebagai motor penggerak perekonomian. Banyak perusahaan besar yang menghadapi masalah pajak, tenaga kerja serta masalah hukum. Pungutan liar pun diperkirakan mencapai 4,7% dari nilai penjualan.

Desentralisasi Kebijakan ternyata menyebabkan kerugian di sektor investasi sebagai akibat memburuknya sektor investasi. Pemerintah pusat telah meminta pemerintah daerah untuk mencabut peraturan yang bertentangan dengan peraturan pemerintah pusat.

Proses perizinan perusahaan memakan waktu lama, kurang lebih 115 hari dan membutuhkan biaya yang lebih besar. Berbeda sekali dengan negara-negara Asean lainnya yang hanya membutuhkan waktu sekitar 60 hari saja.

Bangsa yang besar ini tentu saja memiliki potensi yang berlimpah untuk dikembangkan dan ditingkatkan. Hanya perlu sedikit lagi usaha dari semua pihak agar bangsa ini dapat menjadi lebih baik.

Senin, 09 Mei 2011

SISTEM EKONOMI INDONESIA

1.Pengertian-pengertian sistem Ekonomi

Menurut Dumairy (1996) ,Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dan suatu tatanan kehidupan..itu adalah potongan dari pendapat dari Dumairy..
Dalam sanusi disebut ada tujuh elemen penting dari sistem ekonomi.:
1.lembaga-lembaga/pranata-pranata ekonomi
2.sumber daya ekonomi
3.faktor-faktor produksi
4.lingkungan ekonomi
5.Organisasi dan Manajemen
6.Motivasi dan perilaku pengambilan keputusan atau pemain dalam sistem itu.
7.Proses pengambilan keputusan

Dalam menurut Lemhannas(1989),ada 8 kekuatan yang mempengaruhi sistem ekonomi yang di terapkan /dipilih oleh suatu negara yaitu
1.falsafah dan ideologinya
2.akumulasi ilmu pengetahuan yang dimiliki masyarakatnya
3.nila-nilai moral dan adat kebiasaan masyarakat nya
4.karakteristik demografinya
5nilai estetika,norma norma,serta kebudayaan masyarakatnya
6.sistem hukum nasionalnya 7.Sistem poilitiknya
8.Subsistem subsistem sosialnya
2.Sistem-Sistem Ekonomi 

Menurut SANUSI (2000),Perbedaan antarsistem ekonomi satu dengan yang lainnya terlihat dari ciri cirinya,yaitu:
1.Kebebasan konsumen dalam memilih barang atau jasa yang dibutuhkan
2.kebebasan masyarakat memilih lapangan kerja
3.pengaturan pemilihan /pemakaian alat alat produksi
4.pemilihan usaha yang di manifestasikan dalam tanggung jawab manajer
5.pengaturan atas keuntungan usaha yang di peroleh
6.pengaturan motivasi usaha
7.pembentukan harga barang konsumsi dan produksi
8.penentuan pertumbuhan ekonomi
9.pengendalian stabilitas ekonomi
10.pengambilan keputusan
11.pelaksanaan pemerataan kesejahteraan

A.sistem ekonomi kapitalis

Ada enam(6) asas yang dapat di lihat sebagai ciri dari sistem ekonomi kapitalis yakni sebagai berikut
1.Hak milik pribadi
2.Kebebasan berusaha dan kebebasan memilih
3.Motif kepentingan diri sendiri
4.Persaingan 
5.Harga di tentukan oleh mekanisme pasar
6.Peranan terbatas pemerintah



B.SISTEM EKONOMI SOSIALIS

Menurut Dumairy (1996) sisitem ekonomi sosialis adalah kebalikan dari sistem ekonomi kapitalis,Bagi kalangan sosialis ,pasar justru harus di kendalikan melalui perencanaan melalui perencanaan terpusat.adanya berbagai distorsi dalam mekanisme pasar menyebabkannya tidak mungkin bekerja secara efisien;oleh karena itu pemerintah atau negara harus turut aktif bermain dalam perekonomian,satu hal yang penting untuk di catat berkenaan dengan sistem ekonomi sosialis adalah bahwa sistem ini bukanlah sistem ekonomi yang tidak memandang penting peranan KAPITAL!.

Sistem Ekonomi Sosialis di bagi 2 yaitu :
1.Ekonomi sosialis Marxis : di sebut juga sistem komando..Negara yang memakai sosialis ini antara lain Uni Soviet dan Negara Negara komunis di Eropa timur.

2.Ekonomi sosialisme demokrat : dalam sistem ini,di satu pihak ada kebebasan individu seperti dalam ekonomi kapitalis..Negara yang memakai Sosial ini antara lain :Negara di Eropa Barat yakni Jerman.

PEREKONOMIAN INDONESIAN SAAT INI

Sistem perekonomian Indonesia adalah Sistem Perekonomian Pancasila yang artinya system perekonomian Indonesia adalah system ekonomi campuran yang berdasarkan nilai – nilai pancasila. Menurut system ini Indonesia menganut system pasar yang beretika dimana ada pemerintah yang turut campur tangan untuk mengatur, mengawasi jalanya perekonomian agar tidak terjadi kecurangan oleh para pelaku ekonomi dalam hal ini pengusaha, sehingga persaingan usaha lebih sehat.
Selain itu dalam system ekonomi pancasila pemerintah juga sebagai pelaku ekonomi. Sesuai UUD 45 pasal 33 Pemerintah menjadi pelaku ekonomi di sector usaha yang mengelola hajat hidup orang banyak, gunanya untuk mencegah terjadinya praktek monopoli swasta yang merugikan konsumen dalam hal ini rakyat. Ini jelas berbeda dengan system pasar Amerika yang liberal dan campur tangan pemerintah yang minimal bahkan hampir tidak ada, sehingga kemungkinan praktek persaingan usaha tidak sehat tak dapat dihindarkan, seperti monopoli.
Namun, idealitas system ekonomi pancasila tidaklah sama dengan realitasnya. Sistem ekonomi Indonesia semakin lama terlihat semakin menuju liberal khas Amerika. Nilai nilai ekonomi pancasila mulai ditinggalkan, persaingan usaha semakin didominasi oleh swasta, terutama oleh swasta asing melalui kerajaan bisnis”Multi National Coorporation yang nota bene ada di berbagai negara. Keadaan ini jelas membahayakan dan merugikan. Dikatakan berbahaya karena jika swasta apalagi swasta asing telah mendominasi perekonomian, maka pemerintah akan dikendalikan bukan mengendalikan, terutama jika swasta telah masuk dalam sector usaha yang mengelola hajat hidup orang banyak, pemerintah hanya akan menjadi boneka mainan perusahaan raksasa. Selain itu pemerintah kehilangan kedaulatan dan kewibawaan, hanya dapat menjadi ”budak asing” yang puas diberi suap segepok uang royalty dan pajak. .Dikatakan merugikan karena apabila swasta mendominasi maka akan terjadi persaingan usaha tidak sehat seperti monopoli oleh perusahaan perusahaan besar terutama asing yang akhirnya akan merugikan konsumen dalam hal ini rakyat dan mematikan usaha usaha dalam negeri .

II. Apa Itu Monopoli

Istilah monopoli mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita. Namun banyak orang menganggap bahwa semua monopoli adalah merugikan. Sebenarnya tidak demikian, adakalanya monopoli itu menguntungkan terutama oleh negara. Sebelum membahas lebih dalam mengenai fenomena monopoli di Indonesia mari kita ulas sekilas mengenai system kerja monopoli dan menganalisis situasi yang bagaimana yang menyebabkan nya tumbuh subur, serta keuntungan dan kerugian yang di akibatkannya.
Monopoli berasal dari bahasa latin yaitu mono artinya satu dan poli artinya penjual atau perusahaan atau produsen. Jadi monopoli diartikan satu perusahaan atau produsen.Monopoli merupakan salah satu bentuk pasar persaingan tidak sempurna disamping oligopoly dan monopolistic. Dikatakan tidak sempurna karena tidak ada persaingan, hanya ada satu produsen yang menguasai pasar sehingga perusahaan tersebut dapat menentukan harga pasar yang tinggi.

Ciri – ciri spesifik dari dari pasar monopoli adalah dikatakan monopoli jika
• Hanya ada satu penjual atau produsen
• Menguasai Market Share lebih dari 70 %
• Harga ditentukan perusahaan
• Harga produk di atas normal
• Menguasai teknik produksi karena Hak eksklusif,Paten
Ciri ciri diatas bisa berlaku salah satu ataupun seluruhnya, namun intinya dalam monopoli kebijakan harga ada di tangan produsen sehingga dapat menentukan laba yang sebesar besarnya.Monopoli jelas merugikan konsumen karena konsumen dipaksa membeli produk diatas harga sewajarnya.
Pasar monopoli ada dua jenis yakni monopoli alami dan karena hal lain. Monopoli alami terjadi jika suatu perusahaan mempunyai kemampuan produksi paling efisien dan tidak ada yang menyainginya. Sedangkan monopoli karena hal lain, ini dikarenakan pemberian hak hak eksklusif produksi, trust atau paten Monopoli dapat dilakukan oleh dua pelaku ekonomi yakni oleh swasta atau negara. Monopoli oleh swasta ada yang merugikan dan ada yang menguntungkan. Dikatakan merugikan jika perusahaan tersebut melakukan monopoli karena trust sehingga dapat menguasai pasar lebih dari 75 % dan dapat menentukan harga pasar.Sedangkan yang menguntungkan jika monopoli tersebut adalah perlindungan terhadap penemuan berupa hak paten untuk memproduksi sebagai bentuk penghargaan Hak kekayaan intelektual. Seandainya tidak ada monopoli ini akan terjadi pembajakan ide.
Monopoli negara dilakukan oleh negara jika negara tersebut menganut system ekonomi sosialis yang sentralistik. Ini sangat merugikan karena akan mematikan swasta serta mematikan inovasi. Sebenarnya negara juga boleh monopoli asalkan hanya disektor usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti pengolahan minyak, listrik atau tambang. Tujuanya adalah mencegah monopoli swasta yang akan merugikan konsumen, dengan dikendalikan negara maka penentuan harga tidak seenaknya tetapi sesuai dengan harga sewajarnya dan lebih mementingkan kebutuhan publik dibanding laba.
Dilihat dari factor situasi pendukung, monopoli akan tumbuh dalam system perekonomian yang liberal dan ada legalitas hak ekslusif, legalitas untuk merger, privatisasi, aturan yang lemah dan pengawasan usaha yang kurang optimal. Untuk monopoli negara keseluruhan tentu saja itu akan tumbuh di negara yang sistemnya sosialis dan campuran seperti Indonesia. Betulkah Indonesia menjadi salah satu negara monopoli yang menguntungkan dan mensejahterakan rakyat ?Harusnya begitu? Tetapi kenyataanya? Apakah justru bukan negara yang memonopoli tetapi justru monopoli swasta yang menjamur diberbagai bidang?
Kondisi ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2011 serasa déjà vu tahun 2008. Momentum ekonomi lokal yang kuat disertai naiknya harga komoditas di tingkat internasional dan domestic seperti yang terjadi tiga tahun lalu membuat Bank Dunia memilih “2008 Again?” sebagai judul laporan Indonesia Economi Quarterly untuk Maret 2011.
Laporan ini diluncurkan di Kampus Pascasarjana Paramadina pada 16 Maret dan membawa dua pesan utama. Pertama, ekonomi Indonesia menunjukkan ekonomi yang kuat. Pertumbuhan pada kuartal keempat tahun 2010 melampaui ekspektasi dan berada di atas rata-rata 10 tahun terakhir. Bank Dunia menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2011 menjadi 6,4 persen dengan kemungkinan adanya kenaikan lebih lanjut sebesar 6,7 persen pada 2012. Neraca pembayaran tetap kuat, dan investasi asing mencapai tingkat yang sebelumnya belum pernah dicapai.
Pesan kedua laporan ini adalah, meski kondisi membaik, naiknya harga komoditas membawa risiko bagi Indonesia. Harga komoditas Banyak harga komoditas global kembali naik setara dengan tingkat pada tahun 2008, bahkan ada beberapa yang lebih tinggi. Shubham Chaudhuri, Lead Economist Bank Dunia Indonesia, menjelaskan bahwa naiknya harga komoditas bisa membawa dampak positif terhadap tingkat PDB secara keseluruhan karena sumerdaya yang dimiliki Indonesia. Namun ia mengingatkan, “Ada risiko bagi rumahtangga miskin yang akan terkena dampak besar akibat tingginya kenaikan biaya hidup.”Inflasi karena kenaikan harga pangan juga membawa risiko terhadap upaya pengentasan kemiskinan. Menurut Shubham, di tingkat global Bank Dunia memperkirakan bahwa kenaikan harga pangan sejak Juni 2010 telah membuat sekitar 44 juta orang baru masuk dalam kategori miskin.
Risiko lain yang perlu diwaspadai Indonesia terkait naiknya harga komoditas adalah kenaikan harga minyak yang dapat mengakibatkan naiknya pengeluaran subsidi bahan bakar bagi Indonesia. Hal ini sangat mungkin terjadi, mengingat dalam enam dari tujuh tahun terakhir subsidi untuk bahan bakar selalu melampaui alokasi anggaran. Pengeluaran untuk subsidi bahan bakar seharusnya dapat digunakan untuk program perlindungan sosial atau pembangunan infrastruktur. Saat peluncuran laporan, Chatib Basri, anggota Komite Ekonomi Nasional Presiden, mengungkapkan kekhawatiran bahwa naiknya harga minyak juga bisa memicu keluarnya modal dari Indonesia, terutama penjualan Surat Utang Negara.
Laporan ini juga menyoroti naiknya kelas menengah di Indonesia. Antara tahun 2003 hingga 2010, setiap tahunnya sekitar tujuh juta orang berhasil naik dari katergori miskin ke kelas menengah, yang didefinisikan sebagai masyarakat yang pengeluarnnya antara US$ 2-20 per hari. Shubham menjelaskan bahwa Indonesia akan diuntungkan dengan bertambahnya kelas menengah karena adanya tuntuan pelayanan publik yang lebih bermutu, seperti dalam bidang kesehatan dan pendidikan tinggi. Ia menambahkan, “Akan diperlukan kebijakan untuk memenuhi kebutuhan baru penduduk kelas menengah yang akhirnya akan membawa manfaat bagi penduduk secara umum.” Sementara menurut Mohamad Ikhsan, penasihat khusus Wakil Presiden, kelas menengah akan mengubah bentuk formulasi kebijakan di masa depan.

PERKEMBANGAN SISTEM PEREKONOMIAN

PERKEMBANGAN SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA DARI MASA KE MASA

SISTEM PEREKONOMIAN: 
Cara suatu bangsa atau negara untuk mengatur kehidupan ekonominya agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya,

SEJARAH SISTEM EKONOMI INDONESIA
Indonesia terletak diantara posisi geografis antara benua asia dan benua australia dan diapit oleh dua samudera yaitu samudera pasifik dan samudera hindia. Sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua. Namun dapat dikatakan bahwa di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia, bahkan hingga saat ini, seusai masa kerajaan-kerajaan islam, pembabakan perjalanan perekonomian Indonesia dapat dibagi menjadi empat masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan masa reformasi.



A. Masa Sebelum Kemerdekaan

Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa periode. Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena keburu diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini. Belanda yang saat itu menganut paham Merkantilis benar-benar menancapkan kukunya di Hindia Belanda. Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris).
Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi Hak octrooi, meliputi
A. Hak mencetak uang
B. Hak memngangkat dan memberhentikan pegawai
C. Hak menyatakan perang dan damai
D. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
E. Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja

    Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC. Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku. Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Namun, pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan hindia belanda.
Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh A. Peperangan terus menerus yang dilakukan VOC dan memakan biaya besar. Yaitu pada saat perang diponegoro
B. Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar
C. Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri
D. Pembagian deviden kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit
Maka, VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek). Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau. Selain karena peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh Napoleon), kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya sebagai akibat ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang kini terhambat oleh blokade Inggris di Eropa. Sebelum republik Bataaf mulai berbenah, Inggris mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda.

Pendudukan Inggris (1811-1816)

Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :
A. Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.
B. Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
C. Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.

Cultuurstelstel

Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat. Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram–yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan–dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang). Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.


Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)
Adanya desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh.

B. Orde Lama

Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh : Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain : Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir.Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.

Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)

Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)

Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain : a)Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang. b)Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. c)Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.
Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.

C. Orde Baru

Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).
Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah.
Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang korupsi, kolusi dan nepotisme.
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional masih sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.

D. Orde Reformasi
Pada awal reformasi diawali dengan pemerintahan yang dipimpin oleh BJ.Habibie, yang blm bisa manuver-manuver yang cukup tajam dalam perekonomian. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid pun belum ada tindakan yang cukup untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah.Tetapi beliau terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.

Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri

Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
a)Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun. b)Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi.

Masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono

Diawali dengan mengurangi kenaikan subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Tetapi BLT kebanyakan tidak sampai ke rakyat yang membutuhkan sehingga menimbulkan permasalahan sosial. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah. Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tidak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun tercatat dalam wacana bahwa negara kita akan berhutang kembali akibat dari peningkatan warga miskin. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negri masih kurang kondusif.

SUMBER : 
http://sanya-alliairani.blogspot.com